KPK melakukan penyitaan terhadap aset milik salah satu tersangka kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, mengungkapkan aset tersebut disita dari eks Dirjen Binapenta Kemnaker, Haryanto (HY).
"Pada pekan lalu, penyidik juga melakukan penyitaan aset dari tersangka HY," ujar Budi kepada wartawan, Selasa (19/8).
Adapun aset-aset yang disita yakni:
Aset tersebut, lanjut Budi, diduga diatasnamakan keluarga, kerabat, dan pihak lainnya.
"Adapun penyitaan aset ini bertujuan untuk pembuktian dalam proses penyidikan sekaligus langkah awal dalam optimalisasi pemulihan aset (asset recovery)," ucap Budi.
Adapun dalam penyidikan kasus ini, pada hari ini, Selasa (19/8), KPK juga telah memeriksa dua orang sebagai saksi. Mereka adalah Dirut PT Laman Davindro Bahman, Yuda Novendri Yustandra (YNY), dan seorang karyawan swasta bernama Muhammad Fachruddin Azhari (MFA).
Pemeriksaan keduanya berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Budi pun mengungkapkan materi yang didalami penyidik terhadap keduanya.
"Saksi Saudara YNY, didalami terkait permintaan pembelian aset oleh tersangka kepada agen yang mengurus RPTKA dimaksud," ungkap Budi.
"Kemudian, terhadap Saksi Saudara MFA, penyidik mendalami terkait rekening penampungan yang digunakan tersangka untuk menampung uang dari para agen TKA," imbuhnya.
Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker
Dalam kasus ini, KPK telah melakukan penahanan terhadap delapan orang tersangka. Penahanan dilakukan dalam dua gelombang, yakni pada 17 Juli 2025 dan 24 Juli 2025.
Delapan tersangka kasus pemerasan TKA di Kemenaker adalah:
Mereka diduga mengumpulkan uang hingga Rp 53,7 miliar dari hasil pemerasan tersebut. Diduga, ada yang kemudian dipakai untuk makan-makan para pegawai.
Plh Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo, mengatakan uang itu rupanya juga mengalir kepada para pegawai Kemnaker lainnya di luar delapan orang yang sudah dijerat tersangka.
"Selain itu, uang dari pemohon tersebut dibagikan setiap 2 minggu dan membayar makan malam pegawai di Direktorat PPTKA," ujar Budi dalam jumpa pers, Kamis (5/6) lalu.
"Uang tersebut juga diberikan kepada hampir seluruh Pegawai Direktorat PPTKA (kurang lebih 85 orang) sekurang-kurangnya sebesar Rp 8,94 miliar," tambahnya.
Akibat perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.