Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memandang bahwa permintaan kredit masih belum kuat, dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi.
Kredit perbankan masih tumbuh di kisaran 7 persen, tepatnya 7,70 persen year on year (yoy) pada September 2025, meskipun sedikit meningkat dari 7,56 persen (yoy) pada Agustus 2025.
“Pertumbuhan kredit perbankan perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025 secara daring di Jakarta, Rabu.
Perry menjelaskan, masih belum kuatnya permintaan kredit tercermin dari fasilitas pinjaman yang belum dicairkan (undisbursed loan) pada September 2025 yang masih cukup besar, yaitu mencapai Rp2.374,8 triliun atau 22,54 persen dari plafon kredit yang tersedia.
Kondisi undisbursed loan ini terutama pada segmen korporasi dengan kontribusi utama dari sektor perdagangan, industri, dan pertambangan, serta dengan jenis kredit modal kerja.
Sedangkan dari sisi penawaran, kapasitas pembiayaan bank tercatat memadai ditopang oleh rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga (AL/DPK) sebesar 29,29 persen dan DPK yang tumbuh sebesar 11,18 persen (yoy) pada September 2025.
Perkembangan ini sejalan dengan ekspansi keuangan Pemerintah termasuk penempatan dana Pemerintah pada beberapa bank besar serta kebijakan pelonggaran likuiditas dan insentif kebijakan makroprudensial BI.
Perry mencatat, minat penyaluran kredit perbankan pada umumnya cukup baik sebagaimana tercermin pada persyaratan pemberian kredit (lending requirement) yang cukup longgar, kecuali pada segmen kredit konsumsi dan UMKM seiring dengan sikap kehati-hatian bank di tengah risiko kredit pada kedua segmen tersebut.
Adapun pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit konsumsi tercatat melambat menjadi masing-masing sebesar 3,37 persen (yoy) dan 7,42 persen (yoy), sedangkan pertumbuhan kredit investasi meningkat menjadi 15,18 persen (yoy).
Kredit UMKM dan pembiayaan syariah tumbuh melambat menjadi masing-masing sebesar 0,23 persen (yoy) dan 7,55 persen (yoy). BI memprakirakan pertumbuhan kredit 2025 berada pada batas bawah kisaran 8-11 persen dan akan meningkat pada 2026.
Dari sisi permodalan, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan pada Agustus 2025 meningkat menjadi sebesar 26,03 persen, sehingga semakin kuat dalam menyerap risiko.
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) perbankan terjaga rendah sebesar 2,28 persen (bruto) dan 0,87 persen (neto) pada Agustus 2025.
NPL (bruto) UMKM sudah mulai menurun dari 4,55 persen pada Agustus 2025 menjadi 4,46 persen pada September 2025, meskipun masih pada level yang tinggi.
“Hasil stress test Bank Indonesia menunjukkan ketahanan perbankan tetap kuat, ditopang oleh kemampuan bayar dan profitabilitas korporasi yang terjaga,” kata Perry.
Baca juga: Airlangga: Dana Rp200 T bikin bankir "panas-dingin" jelang akhir tahun
Baca juga: Rilis Laporan Surveillance, OJK pastikan kinerja perbankan tetap solid
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.