Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) memberikan insentif likuiditas makroprudensial kepada perbankan yang dapat melakukan penyesuaian suku bunga kredit baru yang sejalan dengan arah pelonggaran moneter dan efektif mulai 1 Desember 2025.
Deputi Gubernur BI Juda Agung dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Oktober 2025 secara daring di Jakarta, Rabu, mengatakan insentif diberikan melalui pengurangan giro bank di BI dalam rangka pemenuhan giro wajib minimum (GWM) yang wajib dipenuhi secara rata-rata.
Insentif yang didasarkan suku bunga kredit/pembiayaan (interest rate channel) ini yakni paling tinggi sebesar 0,5 persen dari DPK.
"Pada intinya, bank-bank yang semakin cepat menurunkan suku bunga kreditnya, akan mendapatkan insentif likuiditas, yaitu maksimum 0,5 persen dari DPK-nya (melalui pengurangan GWM di BI). Semakin cepat, semakin besar insentif likuiditasnya," katanya.
Secara rinci, bank yang memiliki elastisitas suku bunga kredit baru kurang dari 0,3, tidak bisa mendapatkan insentif.
Sebaliknya, bank dengan elastisitas suku bunga kredit baru di kisaran 0,3 hingga lebih dari 0,6, maka akan diberikan insentif.
Untuk elastisitas bunga kredit baru antara 0,3-0,6, insentif yang diberikan sebesar 40 basis poin (bps) atau 0,4 persen dari DPK.
Sementara, elastisitas bunga lebih dari 0,6, insentif sebesar 50 bps atau 0,5 persen dari DPK.
Untuk memperkuat transmisi kebijakan moneter dan mempercepat pertumbuhan kredit, BI juga memberikan insentif likuiditas makroprudensial yang berbasis pada komitmen bank dalam menyalurkan kredit kepada sektor tertentu.
Berbeda dengan insentif sebelumnya yang backward looking, insentif kali ini bersifat forward looking terutama karena bank harus menyampaikan laporan komitmen rencana penyaluran kredit kepada bank sentral.
"Kalau yang dulu itu backward looking, yaitu realisasi dulu baru diberikan insentifnya. Kalau sekarang komitmen ke depan, itu diberikan insentif. Tentu saja kalau komitmen itu tidak dilakukan, pada akhirnya akan harus dikembalikan, ada sebuah penalti," kata Juda.
Adapun total besaran untuk insentif yang berbasis komitmen penyaluran kredit (lending channel) yakni paling tinggi sebesar 5 persen dari DPK.
Rinciannya, bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor pertanian, industri, dan hilirisasi, maka akan mendapat insentif paling tinggi 1,5 persen dari DPK.
Selain itu, ada sektor jasa, termasuk ekonomi kreatif (paling tinggi 0,6 persen), sektor konstruksi, real estate, dan perumahan (paling tinggi 1,4 persen), serta sektor UMKM, koperasi, inklusi dan berkelanjutan (paling tinggi 1,5 persen).
Besaran insentif yang diberikan kepada bank pada insentif KLM berbasis lending channel juga memperhitungkan faktor penyesuaian atas realisasi pertumbuhan kredit dibandingkan dengan komitmen pertumbuhan kredit periode sebelumnya.
Sebelumnya, BI telah mengeluarkan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor prioritas dengan besaran 4 persen dari DPK.
Kemudian, per 1 April 2025, insentif ditingkatkan menjadi 5 persen dari DPK.
Hingga minggu pertama Oktober 2025, total insentif KLM mencapai Rp393 triliun, yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp173,6 triliun, BUSN sebesar Rp174,4 triliun, BPD sebesar Rp39,1 triliun, dan KCBA sebesar Rp5,7 triliun.
Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur; sektor real estate, perumahan rakyat, dan konstruksi; sektor transportasi, pergudangan, pariwisata dan ekonomi kreatif; serta UMKM, ultra mikro, dan hijau.
Baca juga: Bank Indonesia sebut BI-Rate 4,75 persen terendah sejak 2022
Baca juga: BI proyeksi rupiah tetap stabil, didukung komitmen stabilisasi
Baca juga: BI catat penurunan suku bunga kredit bank hanya 15 bps dari awal tahun
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.