Tunjangan Fantastis DPR

6 hours ago 4
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
Tunjangan Fantastis DPR Lukas Benevides, Peneliti Suryakanta Institute.(Dok. Pribadi)

DEMONSTRASI massal di depan kantor DPR RI hingga meluas ke berbagai sudut Jakarta Senin (25 Agustus 2025) sebenarnya dipicu alasan sederhana: anggota DPR ingin mendapatkan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan. Massa menuntut pembatalan agenda tersebut, bahkan pembubaran lembaga DPR. Amarah massa semakin tersulut lantaran petinggi DPR yang meremehkan aspirasi pembubaran DPR.

Pertanyaan yang menyentak bukanlah apakah mungkin membubarkan lembaga DPR di alam demokrasi, melainkan mengapa anggota DPR minta tunjangan rumah Rp50 juta per bulan. Sudah banyak tulisan menggubris hitung-hitungan pendapatan seorang anggota DPR yang mencapai sekitar Rp230 juta per bulan. Tulisan ini tidak bermaksud menambah barisan kalkulasi matematis ini, tetapi berfokus ke alasan di balik tuntutan itu dari sudut ekonomi politik.

Imbas Kebijakan Prabowo

Alasan tunjangan rumah anggota DPR Rp50 juta per bulan memicu amarah tak terkontrol warga adalah wacana yang mencuat ketika warga tengah tercekik secara ekonomi. Kebijakan Prabowo memicu naiknya harga barang sekaligus menyusutnya lapangan kerja.

Potret ini berbeda sekali dengan pidato retorik Prabowo pada sidang tahunan MPR RI Jumat 15 Agustus 2025 yang mengklaim tingkat pengangguran berkurang dan banyak lapangan kerja baru tercipta. Alih-alih efisiensi, justru berujung miskalkulasi kebijakan yang sentralistik, top-down, mengurangi daya beli pasar, meningkatkan pengangguran dan kenaikan biaya hidup (Amelia dkk, 2025).

Efisiensi menuntut penggunaan sedikit sumber daya untuk hasil yang lebih besar. Yang terjadi pada kebijakan efisiensi Prabowo justru inefisiensi. Demonstrasi anarkistis Senin 25 Agustus 2025 seharusnya tidak hanya ditujukan kepada DPR, tetapi terutama terhadap pemerintahan Prabowo. Sayangnya, hanya DPR yang menjadi sasaran. Padahal tunjangan tersebut tidak dapat terkabulkan jika pemerintah menolak usulan DPR.

Tingginya Political Cost

Mengapa DPR gencar menuntut tunjangan rumah, padahal sudah memiliki pendapatan ratusan juta rupiah? Melompat langsung ke kesimpulan bahwa anggota DPR tamak mungkin benar, tetapi juga tendensius dan reduksionis. Moralisme cenderung memotret masalah dengan hanya dua kacamata: hitam atau putih. Padahal realitas tidak sesederhana itu, apalagi dunia politik doyan area abu-abu.

Permintaan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan sebenarnya hanya satu dari serangkaian tunjangan DPR yang tidak masuk akal. Namun, mengapa anggota DPR seolah merasa layak menuntut haknya. Aspirasi DPR sebenarnya dilandasi tingginya political cost untuk menjadi anggota dewan di Indonesia.

Untuk bertarung dalam Pemilu Legislatif (Pileg), seorang kandidat harus membayar mahal untuk mendapatkan nomor urut, membentuk tim sukses sendiri, tim saksi di TPS, dan menyiapkan miliaran rupiah untuk serangan fajar (Aspinall & Berenschot, 2019). Belum biaya tak terduga lain. Maka, tidak heran jika pasca kemenangan, yang dikejar para anggota DPR adalah balik modal, bukan memupuk amal perbuatan baik.

Kondisi semacam ini memaksa anggota dewan untuk memandang politik tidak lebih dari transaksi di pasar. Tidak seorang pun ingin merugi di dalam bertransaksi. Pileg adalah investasi yang riskan, tetapi jalan ninja untuk menjadi kaya. Jika seorang caleg terpilih, ia memperoleh gaji dan tunjangan fantastis. Jaringan bisnis diproteksi dan diperluas. Suntikan dana dari oligarki pun mengalir untuk meminta proteksi kekuasaan politik atas ladang bisnis dan kekayaan mereka (Winters, 2014).

Menukik Lebih Dalam

Bermain politik uang bukan kehendak personal seorang caleg. Siapapun terpaksa ikut terjerumus ke dalam language games pertarungan politik ini agar tidak tereliminasi. Ada semacam prisoner's dilemma di sini: jika politisi A tidak menggunakan politik uang, dia akan mudah kalah dari politisi N yang menggunakan politik uang.

Politik uang sebenarnya adalah perjudian lama di Indonesia, tetapi baru menjadi masif sejak fajar Reformasi menyingsing. Semasa Orde Baru, para oligarki dari tingkat pusat hingga lokal tidak tertarik masuk dunia politik karena sudah diproteksi Soeharto sebagai satu-satunya wealth defense provider (Winters, 2011).

Pasca rontoknya Soeharto, para pebisnis hanya memiliki dua pilihan: berpolitik atau kekayaan dan jaringan bisnis digulung penguasa politik. Dari sinilah para pebisnis ramai-ramai terjun ke dalam politik, berkolusi dengan elite di level lokal hingga nasional. Rent-seeking, pork barrel, and freewheeling clientelism membeludak (Aspinall & Sukmajati, 2016).

Orang bertarung di dalam arena politik di Republik ini juga karena domain politik menjadi satu-satunya primadona. Indonesia sangat paternalistik, mengatur semua hal: dari ruang privat seperti perkawinan hingga ruang publik. Yang paling keliru adalah intervensi negara terhadap pasar yang tidak lagi pada level mencegah market failure tetapi justru mengganggu. BUMN menguasai arena bisnis.

Investasi tidak bergantung sistem hukum, tetapi siapa penguasa. Maka, siapapun yang berada di tampuk pemerintahan berkuasa untuk mengatur semua aspek hidup orang.

Solusi Alternatif

Kedua akar masalah di atas menuntut penyelesaian sistematis ekonomi politik, bukan sekadar membatalkan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan. Kembali ke muruah demokrasi penuh sebenarnya adalah jalan keluar yang patut dipertimbangkan.

Demokrasi liberal memang tengah mengalami pasang surut secara global (Diamond, 2015). Namun, itu bukan karena sistem demokrasi mengalami krisis nilai, melainkan kelompok anti-demokrasi liberal pandai mengimitasi dan mengeksploitasi kelemahan demokrasi untuk tetap bertengger di kursi kekuasaan (Morgenbesser, 2020).

Di Indonesia orang menolak demokrasi liberal dengan alasan tidak sesuai budaya khas Indonesia, nilai-nilai Asia. Padahal nilai-nilai Asia justru lebih sebagai propaganda politik anti-Barat daripada representasi kultural (Fukuyama, 1995). Nilai-nilai demokrasi liberal bersifat universal (Sen, 1997). Studi empiris menunjukkan nilai-nilai Asia justru tidak seluruhnya menafikan demokrasi liberal (Ho, 2023).

Kombinasi kreatif demokrasi liberal dan nilai Asia dapat menjadi alternatif solusi terhadap praktik demokrasi selama ini (Shin, 2012). Salah satunya adalah pemilihan DPR menggunakan dua mekanisme: sebagian melalui Pileg, sebagian lagi melalui tes kompetensi secara ketat.

Untuk caleg jalur tes, hanya peserta yang memiliki kompetensi teknis, etis, dan kepemimpinan yang dapat dipilih (Bowman, 2010). Selain itu, negara-negara demokrasi maju selalu menarik demarkasi jelas antara pasar dan negara. Klaim bahwa intervensi negara adalah jalan keluar terhadap market failure adalah falasi (Pennington, 2000). Bagaimana mungkin negara dapat menyelamatkan pasar jika politisi lebih mementingkan kepentingan diri dan jangka pendek daripada pebisnis? Maka, intervensi negara terhadap pasar harus terbatas pada menyediakan kerangka hukum yang ramah investasi, menghargai property rights, mencegah monopoli dan oligopoli, dan memastikan hukum ini berjalan.

Usulan membubarkan DPR tidak berdasar di dalam sistem demokrasi (Montesquieu, 1748). Kehadiran lembaga legislatif krusial untuk menyeimbangkan dan mencegah kekuasaan absolut di tangan eksekutif.  Maka, alih-alih membubarkan DPR, lebih baik mengubah mekanisme perekrutan DPR untuk memastikan anggotanya akuntabel terhadap para pemilih.

Jangan berharap memiliki anggota DPR sekelas Eropa Barat yang berkebajikan jika cara bajingan yang kita pakai untuk memilih anggota dewan. Kebajikan tidak diturunkan dari langit tetapi dikonstruksi secara sosial. (H-3)

Read Entire Article