INFO NASIONAL – Pembangunan ekonomi yang inklusif dan tangguh menuntut integrasi antarsektor, regulasi yang responsif, kebijakan fiskal-moneter yang sinergis, serta penggunaan Governance, Risk, and Compliance (GRC) yang adaptif dan kolaboratif. Hal ini menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menjadi krusial dalam menopang pertumbuhan yang berkelanjutan dan memperkuat ketahanan nasional.
“Sebagai bentuk kesiapan menghadapi tantangan ini, pemberdayaan ekosistem GRC yang adaptif, kolaboratif, dan inklusif menjadi sebuah keniscayaan,” kata Mahendra dalam kegiatan OJK Risk and Governance Summit (RGS) 2025 di Jakarta, Selasa, 19 Agustus 2025. Apalagi, lanjut dia, di tengah percepatan digitalisasi, risiko baru seperti kejahatan siber, fraud lintas batas, dan regulatory arbitrage, menuntut tata kelola yang lebih terintegrasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar RGS sebagai forum strategis untuk memperkuat ekosistem GRC di sektor jasa keuangan. Mengusung tema “Empowering the GRC Ecosystem to Drive Economic Growth and National Resilience”, kegiatan ini menegaskan bahwa penguatan GRC menjadi kunci bukan hanya untuk menjaga stabilitas, tetapi juga untuk membuka peluang pertumbuhan dan memperkuat ketahanan nasional menghadapi tantangan global.
“Forum seperti RGS diharapkan menjadi ruang strategis untuk menyamakan persepsi, memperkuat nilai dan budaya tata kelola yang baik, serta menjembatani kesenjangan antara regulasi dan implementasi,” kata Mahendra. Sebab, lanjut dia, di era penuh ketidakpastian ini, GRC bukan hanya alat kepatuhan, tetapi kompas strategis untuk mengarahkan langkah menuju stabilitas dan pertumbuhan berkelanjutan.
Mahendra menegaskan bahwa OJK berkomitmen memperkuat sinergi dengan berbagai lembaga negara, LJK, serta asosiasi profesi GRC untuk memperkuat governance dan integritas sektor jasa keuangan. Kolaborasi ini bukan hanya formalitas, melainkan langkah strategis membangun ekosistem GRC yang saling menopang, berlandaskan profesionalisme, dan berorientasi pada integritas.
Sophia Wattimena, Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner OJK menuturkan, penguatan GRC merupakan pilar penting dalam mendukung Asta Cita, khususnya misi penguatan sektor jasa keuangan serta reformasi tata kelola dan pemberantasan korupsi.
Transformasi tata kelola menurut dia menjadi salah satu strategi besar untuk mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045, yang mana sektor jasa keuangan diharapkan memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui tata kelola, manajemen risiko, dan kepatuhan yang kuat.
“Dalam membangun ekosistem GRC yang kokoh, kita dapat belajar dari filosofi Ki Hajar Dewantara: ing ngarsa sung tulodo, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Filosofi ini sejalan dengan nilai inti RGS yaitu Role Model, Guidance, dan Support, yang menekankan keteladanan integritas, peran fasilitator, dan budaya saling menopang demi keberhasilan bersama,” tutur dia.
Dengan memperhatikan risiko-risiko yang semakin kompleks tersebut, penguatan ekosistem GRC tidak lagi hanya menjadi kewajiban, tetapi juga kebutuhan bagi setiap perusahaan, khususnya di sektor jasa keuangan.
Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Budi Prijono mengatakan, diperlukan tata kelola kolaboratif lintas sektor agar pengendalian risiko, transparansi, dan akuntabilitas benar-benar menjadi fondasi pembangunan berkelanjutan Indonesia menuju 2045.
“BPK sangat mendorong adanya suatu penguatan GRC melalui tata kelola kolaboratif yang bukan hanya memerlukan sinergi internal antar satuan kerja, tetapi juga kemitraan lintas sektor dan partisipasi aktif di tataran global,” ujar Budi.
RGS 2025 juga sukses menyelenggarakan Innovation Paper Competition untuk pertama kalinya. Ajang ini mencatat antusiasme yang luar biasa dari mahasiswa, dengan partisipasi 585 peserta dari 242 perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Kehadiran kompetisi ini menjadi bukti nyata tingginya minat generasi muda dalam mengembangkan ide-ide inovatif terkait GRC, sekaligus membuktikan bahwa mereka siap menjadi motor penggerak bagi inovasi dan ketahanan sistem keuangan Indonesia.
RGS 2025 menghadirkan dua sesi diskusi panel interaktif dengan narasumber ahli dari dalam dan luar negeri serta sesi GRC insight, yaitu; Senior Advisor, Climate Change and Sustainable Development Department, Asean Development Bank (ADB) Edimon Ginting; Senior Officer, Digital Economy Division, ASEAN Secretariat Jowil Plecerda; Advisor, Financial Market Stabilization Department, South Korea Financial Supervisory Service (FSS) Lee Jun Ho; Deputy Chair of Macro-Microeconomic Policy Analysis, Indonesian Chamber of Commerce and Industry Aviliani; Director, The Institute of Internal Auditors Beili Wong; Executive Director, Strategy, Risk & Transactions, Deloitte Southeast Asia Nai Seng Wong; President of International Federation of Accountants (IFAC) Jean Bouquot dan Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Emil Elestianto Dardak.
Diskusi ini berfokus pada isu-isu terkini, seperti bagaimana penguatan tata kelola yang dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan & pendalaman pasar keuangan dan peran strategis GRC dalam menjaga stabilitas sistem keuangan.
Sesi GRC Insight menjadi salah satu highlight, di mana Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak, berbagi pandangannya mengenai bagaimana prinsip GRC yang modern, perlu didukung oleh integritas dan transformasi digital, yang menjadi kunci vital dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang adaptif dan responsif terhadap tantangan global.
Kegiatan Risk and Governance Summit 2025 diselenggarakan secara hybrid dan dihadiri oleh kurang lebih dari 12.000 orang peserta, baik secara fisik dan daring yang merupakan perwakilan pimpinan Lembaga Jasa Keuangan. Adapun kegiatan ini turut dihadiri Ketua Komisi XI DPR RI M. Misbakhun, Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK Hasan Fawzi dan Ketua beserta Jajaran Anggota Badan Supervisi OJK. (*)