PAKAR Hukum Tata Negara Jimly Asshiddiqie mengusulkan dalam pemilihan umum presiden sebaiknya masyarakat hanya memilih presiden saja. "Wakilnya ditetapkan oleh si presiden terpilih, tapi disetujui oleh MPR," kata Jimly di acara Seminar Konstitusi yang digelar Majelis Permusyawaratan Rakyat atau MPR pada Kamis, 21 Agustus 2025.
Menurut dia, mekanisme itu untuk menghindari munculnya calon wakil presiden dari proses yang tidak sepatutnya. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyinggung pemilihan presiden sebelumnya. Pada Pilpres 2024, pencalonan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka menjadi perdebatan lantaran bermasalah sejak awal. "Daripada kasak-kusuk kayak kemarin. Jadi (wakil presiden) betul-betul orangnya presiden, bukan orang hasil kasak-kusuk pragmatis, transaksional," ujar Jimly.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Jimly juga mengatakan perlu adanya penataan kembali struktur lembaga perwakilan dan permusyawaratan. Menurut dia, idealnya cukup dua lembaga saja dalam urusan legislatif yakni DPR dan MPR.
Apalagi, kata dia, DPD dalam praktiknya selama ini hanya berwenang memberikan masukan dan tidak membuat keputusan. "Jadi aspirasi daerah selama 20 tahun terakhir hanya memberi pertimbangan," ucapnya.
MPR, kata dia, juga harus memastikan kewenangannya. Salah satunya perihal agenda pelantikan presiden dan wakil presiden. Jimly menilai selama ini pasal pelantikan pimpinan negara oleh MPR belum benar-benar dijalankan.
"Yang ada itu MPR hanya membuka sidang, mempersilakan presiden terpilih melantik sendiri. Ibaratnya begitu," katanya.
Pencalonan Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024 dianggap bermasalah lantaran melanggar etik. Sebelumnya paman Gibran yang merupakan hakim konstitusi Anwar Usman memutus perkara yang dianggap menjadi jalan bagi putra Jokowi itu untuk melaju di Pilpres 2024 mendampingi Prabowo.
Belakangan muncul gerakan pemakzulan Gibran yang diinisiasi Forum Purnawirawan TNI. Forum yang diisi pensiunan jenderal ini menuntut MPR memakzulkan Gibran karena sejak awal pencalonannya dianggap melanggar etik. Mereka juga sudah mengirim surat ke MPR dan DPR soal pemakzulan ini. Namun hingga kini tak terdengar lagi tanggapan atas surat tersebut.