DEWAN Perwakilan Rakyat dan pemerintah sepakat mengubah Badan Penyelenggara atau BP Haji menjadi kementerian dalam Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Ibadah Haji dan Umrah. Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyebut perubahan itu disetujui di rapat panitia kerja RUU Haji dan Umrah yang digelar hari ini.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Politikus Partai Kebangkitan Bangsa atau PKB itu mengatakan bunyi poin dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) dari pemerintah sudah menyebutkan kementerian. “Kami senang saja, kan memang usulan kami. Kami sudah mendesak presiden sebetulnya dijadikan kementerian,” ucap Marwan ketika ditemui pada Jumat, 22 Agustus 2025, di Kompleks MPR/DPR/DPD, Senayan, Jakarta.
Namun demikian, pemerintah perlu berhati-hati karena bunyi kementerian di pasal RUU Haji harus menghindari tumpang tindih kewenangan. Sebab, menurut Marwan, urusan haji dan umrah masih dalam lingkup keagamaan yang kewenangannya dipegang oleh Kementerian Agama. “Itu bisa diklaster, ini urusan agama bidang ini, Menteri Agama. Ini urusan agama khusus penyelenggaraan haji dan umrah. Dan ini sudah ketemu,” kata Marwan.
Meski begitu, perubahan badan haji menjadi kementerian itu belum dibahas hingga strukturnya. Pasalnya, panja belum membahas bab mengenai kelembagaan. Adapun DPR mengusulkan kelembagaan kementerian haji itu sampai di tingkat kabupaten saja. “Pokoknya strukturnya sampai di situ. Sekali pun di kecamatan butuh, tapi sifatnya sudah fungsional,” ujar Marwan.
Komisi bidang keagamaan itu pun masih menunggu apakah usulannya akan disetujui oleh pemerintah. “Nanti kami lihat,” kata dia.
RUU Haji dan Umrah merupakan salah satu rancangan yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2025-2029. Lewat perubahan ketiga UU Nomor 8 Tahun 2019, BP Haji akan mengambil alih manajemen haji per 2026. Dengan demikian, Kementerian Agama mulai tahun depan tidak lagi mengurus masalah haji.
Komisi VIII DPR menargetkan RUU Haji disahkan di rapat paripurna pada Selasa, 26 Agustus 2025 mendatang. Artinya, hanya ada sisa waktu empat hari untuk mengejar target itu.
Marwan menyebut linimasa pembahasan RUU Haji selama beberapa hari ke depan telah dikonsultasikan dengan pimpinan parlemen, terutama Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Cucun Ahmad Syamsurijal. “Beliau sudah menyampaikan di rapat pimpinan bahwa tanggal 26 Agustus sudah kami bawa di rapat paripurna untuk pengambilan keputusan tingkat II, itu artinya sudah sah menjadi undang-undang,” kata Marwan.
RUU Haji, menurut dia, penting untuk segera disahkan. Dia mengatakan bila terus diundur, maka akan berbahaya bagi jemaah haji ke depannya. Sebab, negara nantinya tidak bisa memastikan siapa yang akan menyelenggarakan pelaksanaan ibadah haji 2026. “Kalau dibiarkan Kementerian Agama galau juga, karena perintah undang-undang masih dia. Kalau dia tidak kerjakan, nanti disalahkan Menteri Agama, maka dia mempersiapkan,” ujar Marwan.
Di sisi lain, BP Haji akan merasa memiliki kewenangan lantaran Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 154 Tahun 2024 sudah terbit. “Tapi tidak bisa juga karena undang-undangnya belum ada,” kata dia. Oleh karena itu berbagai pertimbangan soal RUU Haji harus segera diambil dan diputuskan.